Sabtu, 12 Juni 2010

Generasi Muda Mau Enaknya Saja?

Alasan nggak ada waktu, malas, nggak bisa ini, nggak bisa itu agaknya sudah wajar melanda hampir semua mahasiswa dan mahasiswi di Jatinangor, Jawa Barat. Hal ini tampak terlihat jelas dalam hal cuci pakaian, makan, menggunakan internet sampai uang kos atau kontrakan.
Hampir sebagian besar mahasiswa mencuci dengan jasa laundry atau tukang cuci. Biaya yang dikeluarkan pun beragam, ada yang hitungannya per kg, per bulan, bahkan per semester. Salah satu mahasiswi Fikom Unpad, yang terhitung baru juga menjadi mahasiswa, Khara, biasa memakai jasa laundry. Hitungannya per 15 kg, Khara harus merogoh kocek Rp65.000,00, sehingga ia biasa menghabiskan jatah kiloannya, tak tentu bulanannya. Alasan memakai jasa laundry sendiri, menurut Khara, biar nggak repot. Lain halnya dengan Siska. Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Unpad ini mengaku sangat sibuk dengan schedule kuliahnya. Hal ini mengakibatkan dia capek. Ya, ujung-ujungnya dia menggunakan jasa laundry yang sudah disediakan pihak wisma. Siska membayar Rp300.000,00 per bulan untuk jasa laundry tersebut. Setelah diselidiki lebih jauh, ternyata ada yang lebih mencengangkan. Markus, mahasiswa jurusan Humas Fikom Unpad ini harus merogoh kocek Rp150.000,00 per bulan untuk jasa laundry. Ya bisa dibayangkan berapa duit yang harus ia keluarkan tiap bulannya hanya karena malas mencuci sendiri. Kecenderungan untuk serba cepat dan mudah telah melanda generasi muda zaman sekarang. Mereka rela mengeluarkan uang (walaupun kebanyakan uang orang tua) dengan harapan tidak repot dan susah payah. Namun demikian, masih ada juga yang bekerja keras untuk hidup mandiri dalam hal mencuci baju. Amalia, mahasiswa Fikom Unpad ini lebih suka mencuci baju sendiri. Lebih mengemat uang dijadikan alasan dan tujuan utama tindakannya. Dengan modal sabun deterjen Rp12.000,00, ia bisa mencuci baju selama sebulan. Wah, hemat juga ternyata. Begitu pula dengan Ayu. Mahasiswa yang tinggal di Cikuda ini lebih memilih mencuci sendiri. Walaupun pihak kos telah memberikan tawaran jasa cuci Rp50.000,00 per bulan, ia lebih memilih mengerjakan aktivitas dengan air itu sendiri. Dengan demikian, ia bisa berhemat sekitar Rp30.000,00 karena hanya mengeluarkan uang untuk deterjen dan pewangi pakaian saja.
Kecenderungan untuk tidak susah payah juga lebih banyak terjadi dalam hal makan. Mahasiswa-mahasiswi cenderung ingin praktis. Seperti halnya dengan Faya. Mahasiswi yang mencuci baju sendiri ini tidak bisa sendiri kalau urusan makan. Ia lebih memilih beli di luar karena praktis dan tentunya tidak repot. Menurut dia, uang yang dikeluarkan pun juga tidak terlalu jauh jika masak sendiri. Ia bisa mengeluarkan uang minimal Rp500.000,00 tiap bulannya untuk urusan perut yang satu ini. Berbeda dengan Faya, Azka, mahasiswa semester 3 ini mengaku tidak bisa masak, jadi untuk urusan makan, ia selalu beli dari luar. Saat ditanya kebersihannya, ia menjawab, tidak ada masalah. Selama ini baik-baik saja dengan masakan daerah Jatinangor. Entah mengapa kalau urusan perut hampir semua memilih menaruh kepercayaan pada orang lain. Hanya beberapa yang memasak makanannya sendiri, itu pun saat liburan saja. Contohnya Ayu, ia memang beli makan di luar, tapi kalau libur, ia memilih masak sendiri. Yang biasanya, jika beli di luar, Rp10.000,00 sampai Rp20.000 per hari, sedangkan masak sendiri bisa mengemat. Rp10.000,00 bisa buat makan tiga kali.
Di era modern seperti ini, dunia maya memang tidak bisa lepas dari kehidupan mahasiswa-mahasiswi. Di jatinangor pun mengalami fenomena demikian. Ada warnet, tempat hot-spot, bahkan kosan pun ada yang menyediakan sambungan internet. Agaknya internet menjadi kebutuhan utama di kalangan mahasiswa. Elsa, mahasiswi Manajemen Komunikasi Unpad ini lebih sering menggunakan jasa warnet. Ia menggunakan internet untuk mencari bahan tugas dan apapun yang ada kaitannya dengan kuliah. Di sisi lain, ia juga menggunakan teknologi internet untuk bergabung di jejaring sosial yang ada. Ia pun mengungkapkan harus mengeluarkan uang minimal Rp50.000,00 untuk kebutuhan ini. Lain halnya dengan Amalia. Ia biasa menggunakan modem dengan pengeluaran tiap bulannya Rp120.000,00. Berbeda lagi dengan Anggi. Ia menggunakan layanan internet di kosannya dengan biaya Rp70.000,00 per bulan. Namun demikian, ada juga yang menggunakan layanan internet gratis. Ya, dengan hot-spotan di kampus, kafe atau tempat-tempat lain yang tentunya menyediakan servis itu. Yoga, mahasiswa Agribisnis, Faperta Unpad ini lebih memilih menggunakan layanan hot-spot. Walau sering terkendala waktu, cuaca, atau tempat, pilihannya memang didasarkan pada keekonomisan. Hanya modal membawa laptop, ia bisa menjelajahi dunia maya dengan sesuka hati.
Selain hal-hal tersebut di atas, kos atau kontrakan adalah hal yang tak kalah pentingnya. Kos atau kontrakan pun beragam harganya. Dari yang termurah sampai yang termahal. Markus, memilih pondok Edelweiss di daerah jembatan Cikuda Jatinangor dengan harga 5,3 juta rupiah per tahun. Ia beranggapan, kosannya enak, nyaman, luas, dengan kamar mandi dalam. Sangat kontras dengan Yoga. Ia memilih tinggal di daerah Marga Mekar dengan harga yang relatif cukup murah dibandingkan yang lain, 1,2 juta per tahun. Walaupun demikian, kosan dia tidak seperti Markus. Kamar mandi luar dan terbilang jauh dari kampus. Tak bisa dipungkiri faktor letak yang strategis serta fasilitas memang mempengaruhi besaran biaya kos.

Itulah fenomena pilihan dan gaya hidup mahasiswa yang juga anak kos di Jatinangor. Memang semua pilihan ada sisi positif dan negatifnya masing-masing. Semua itu tergantung pada diri masing-masing. Yang jadi pertanyaan, apakah zaman modern membuat generasi muda hanyut dalam kenyamanan semata?
PILIHANMU, HIDUPMU!
(Kurniawan Agung Wicaksono)

4 komentar:

anju mengatakan...

saya cuma habis 40 ribu kok u laundry...
alasan saya pake laundry benar karena saya malas...

terlaluu berlebihan saya rasa pengeluaran tersebut u sekedar laundry

Anonim mengatakan...

mantap bro artikelny gan..
go lomo..

Anonim mengatakan...

balik lagi sih ke pilihan pribadi orangnya...
kalo saya, nge-laundry ya karena memang sangat tidak sempat saja.. kalau emang terpaksa diusahain untuk cuci kering saja, jadi nyetrika sendiri biar lebih rapih, tapi kalo emang lebih dari terpaksa ya nge-laundry dan gak nyampe ratusan ribu kok.. tergantung tempatnya juga kali ya...

_crew_ph!_ mengatakan...

@all: balik lagi, pilihanmu, hidupmu!