Sabtu, 12 Juni 2010

“DON’T THINK, JUST SHOOT!”

Di era yang serba digital saat ini, ternyata ada juga orang-orang yang bergaya hidup kuno. Apalagi mereka berkutat dengan dunia fotografi. “Don’t think, just shoot!” merupakan slogan yang membuat orang-orang itu selalu bergairah dengan gaya hidupnya.


Ya, Lomography, suatu kegiatan yang berkutat dengan dunia fotografi menggunakan kamera analog, Lomo. Orang-orang yang hobi, bahkan bergaya hidup dengan lomografi memiliki idealisme tersendiri dalam hal jepret-menjepret. Dengan slogannya, mereka tidak suka berpikir terlalu lama dalam hal memotret. Yang terpenting adalah langsung menggambil gambar. Perkara hasil urusan belakangan.
Lomography Society Indonesia (Lomonesia) adalah sebuah komunitas yang terbentuk sejak tahun 2004 yang mengkaji hal-hal yang berhubungan dengan lomography. Komunitas yang sering beradu pikiran di dunia maya ini ternyata berawal dari komunitas besar internasional. Di Indonesia sendiri ada beberapa daerah yang menjadi cabang dari komunitas ini. Salah satunya adalah Bandung, dengan “Ranger” senbagai nama komunitasnya.
Salah satu representatif Ranger, Adityo Nugroho yang akrab dipanggil Oki mulai masuk Lomonesia karena ketertarikannya terhadap lomography itu sendiri. Menurutnya, dengan kamera analog, kita bisa berekspresi sebebas mungkin. Hasil dari jepretan kita tidak bisa kita tebak seperti menggunakan kamera digital. Hal itulah yang menjadi sisi terunik yang sangat kuat di lomography. Selain itu, Rizky Nurfa’ni Muslaeni yang juga representatif Ranger menambahkan, kita bisa lebih menghargai hasil jepretan kita karena biasanya kita simpan foto yang sudah dicetak.
Semakin maraknya dunia digital apalagi kamera digital, membuat cetusan pendapat tersendiri dari Oki. Bagi dia, ia tahu kapan memakai digital dan kapan memakai analog atu lomo. Untuk pekerjaan, mungkin akan lebih mudah dan cepat memakai kamera digital. Tapi untuk sebuah kepuasan dan idealisme, lomography adalah jalan keluarnya. Tidak hanya itu, dengan lomo, ia pernah bekerja untuk mengisi rubrik Fashion di sebuah majalah ternama. Hasilnya pun jauh lebih bagus dan mendukung konsep yang direncanakan sebelumnya. Ini salah satu bukti, lomo bisa juga untuk ajang bisnis.
Gaya hidup yang nyaman adalah gaya hidup yang setiap orang miliki. Begitu juga dengan Oki dan Enem, mereka lebih suka memakai lomo. Selain menarik karena keunikannya dan mengasah insting pencahayaan dalam fotografi, lomography juga menyimbolkan adanya komunikasi dalam setiap jepretannya. Artinya,, bisa saja setiap waktu kamera kita dikirim ke saudara jauh dan digunakan saudara kita untuk memotret objek di daerahnya. Hasilnya akan menumpuk dan unik karena adanya komunikasi itu sendiri.
Salah satu hal yang unik dari gaya hidup seperti ini adalah adanya ajang pameran. Pameran lomography tidak melulu foto yang dibingkai layaknya pameran foto pada umumnya. Pameran lomography bisa dalam berbagai bentuk, baik itu instalasi, slide show, dsb. Hal yang terunik lainnya adalah orang-orang yang memiliki gaya hidup seperti ini tidak harus dari orang-orang desain, ataupun fotografer. Sampai detik ini, banyak profesi unik yang mempunyai lifestyle ini, seperti pelaut, dokter gigi, dan pegawai negeri.
Berbicara tentang gaya hidup memang tidak bicara tentang profesi karena semua itu adalah pilihan. Dengan adanya perkumpulan atau orang-orang yang sama gaya hidup atau hobinya dengan kita, kita akan lebih bisa jauh mengekplorasi bakat dan potensi yang ada dalam diri kita. Seperti layaknya lomonesia, orang-oarang yang ada di dalamnya tidak melulu bicara tentang lomography. Suatu waktu mereka jalan bersama “TRIP” bahkan mengeksplorasi hobi-hobi lain, seperti olahraga.
Satu hal yang menggelitik, orang-orang yang bergelut di lomography mempunyai aturan yang mungkin juga bukan aturan. Ya, The Ten Golden Rules:
1. Take your camera everywhere you go.
2. Use it any time – day and night.
3. Lomography is not an interference in your life, but part of it.
4. Try the shot from the hip.
5. Approach the objects of your Lomographic desire as close as possible.
6. Don’t think. (William Firebrace)
7. Be fast.
8. You don’t have to know beforehand what you captured on film.
9. Afterwards either.
10. Don’t worry about any rules.
Bagaimana dengan Anda? Mungkinkah Anda salah satu bagian dari mereka tapi belum dapat banyak info tentang komunitasnya? Gabung saja dengan komunitas yang sering bercengkrama lewat dunia maya ini di Milist, Multiply, Facebook dan Twitter. Kunjungi websitenya di www.lomonesia.com
Untuk Pembelian Online maupun Ofline, Service kamera dan konsultasi kamera Lomography bisa menghubungi di
Lomography Embassy Store Jakarta
Jl. bumi No. 17 Mayestik, Kebayoran Baru
Jakarta Selatan, Indonesia,
Telp : +6221 - 7395302



Untuk bergabung dengan komunitas resmi lomography di kota-kota besar di Indonesia, dan mengikuti event lomography seperti hunting, gathering, exhibition dan berteman bisa menghubungi Lomography Society Indonesia.

Tentukan sikap mulai sekarang!
PILIHANMU, HIDUPMU!
(Kurniawan Agung Wicaksono)

5 komentar:

Perempuan Punya Berita mengatakan...

keren nihh!!!

zoom.in mengatakan...

sayang sekali saya tak sempat ke lomonesia jkt :((
tp keren niy :)

agneyasa mengatakan...

menarik.
tapi kata salah satu fotografer, sebaiknya kita sudah memiliki konsep ketika akan memotret. yah, mungkin supaya tidak hilang arah dan sudah ada pegangan. kalau zaman dulu don't think just shoot di praktikan semua fotografer, sayang film kali ya.hehe
klo skrg sdh macam2, ada digital, ada lomo jg, jd bsa bnyk berkreasi.
saya lebih setuju dgn
terus berlatih memotret sangat penting dibandingkan terus-terusan belajar teori tanpa praktek langsung di lapangan :)

Cabaca Buku mengatakan...

Huwaaa...pengen banget punya lomo.
Akhir-akhir ini saya jadi tertarik sm lomo dan pengen gabung di lomonesia.
Ini semua gara2 temen.
Smg bisa kesampaian.

-Rezki

_crew_ph!_ mengatakan...

@agne: tapi anak2 lomonesia gak sayang kok pake film...
@all: bener banget! ini eru... kapan2 aku mau mendatangkan mereka di hmj fikom unpad jatinangor!